Kamis, 14 April 2016

Sisa Rasa

Suara angin bertiup merayap mengungkap jilbab Kinanti malam ini. Geletar jantung akan getirnya kecewa rasa masih segar di bibir hatinya. Dunno karena ketika tetes mata jelas direndam menjamahnya pipi membengkak tanpa jeda. Bahkan bias bulan mampu memecah sinar lamunannya.


"Sudahlah, itu berjalan tanpa Anda berpikir lagi, Kinan," lembut menyentuh seseorang mendarat di atas bahu Kinanti, yang adalah sahabatnya, Clement.
"Hal ini bukan saya yang ingin. Otak saya mengatakan kepada saya untuk tersenyum, tapi jantung memaksa mata meluruhkan gerimisnya, "menjawab dengan tatapan kosong masih Kinanti. Luka terlihat menganga hatinya. Malang.
"Berhenti menjadi bodoh! Kinan, dia tidak pernah mengharapkanmu sana. Menjadi sadar! Bahkan ketika Anda sedang sakit seperti ini adalah neraka menemuimu?! Ayolah! "
"Aku seperti orang bodoh. Dan kau benar, aku hanya berpikir ada. Yang saya? Aku tidak kakaknya, hanya tahu itu sebagai akhir hanya sebagai. Bodoh... "
"Kinan. ..."

Kecemasan mulai mengganggu pikiran Clement. Terlihat nyata pucat burung layang-layang wajah Kinanti habis. Mengundang keprihatinan yang mendalam untuk Clement. Asmanya kembali lapisan Kinanti untuk bernapas bebas. Meskipun menyenangkan bahkan takut tersenyum saat menjalankan dengan lamunan masa lalunya. Waktu ketika dia masih benar-benar bahagia.

"Dia adalah saudaraku yang saya cintai. It's just bahwa saya berharap dia menganggapku kakaknya biologis. Bukan bodoh? "
"Kinan, Anda..."
"Clement, bahkan kau tahu. Betapa aku ingin memiliki seorang adik. Tapi saya rasa cukup sudah. Kau benar, ini bukan saya. Saya sekarang, lembek seperti ini"
"Sudahlah, kau ja"
"Aku akan pergi. Pergi dengan sisa rasa. Ia tetap saudaraku, Nis. Ada kehadiran atau tidak berasal dari aku, dia harus baik-baik saja. Saya yakin bahwa, Nis. "

Clement hanya menatap temannya itu. Nanar sekali Anda berdua bertemu. Pelukan hangat dari sukses node Kinanti hijau pemecahan yang terkandung dalam kantung mata Clement. Kekecewaan terlalu menohok hati Kinanti. Tirusnya ayal menghadapi semakin Blanch, tidak bersinar saat ia duduk di bangku sejak SMA. Nya durja sekarang hanya moping hari. Hanya kemudian Kinanti cepat tersenyum, isyarat yang sekarang hatinya memudar baik. Tujuan dari setiap mantap untuk melangkah. Meninggalkan masa lalu masih remah tersebar.

"Mengurus sendiri, Nis. Mengirim surat setiap minggu. Saya pasti akan miss you ada. Baik-baiklah kau ada di sini "
"Pasti. Tentu saja, Kinan. Berharap kau selalu bahagia "
"Anda juga, teman."

Kedua teman chatting berakhir dengan pelukan perpisahan. Saling menyeka setiap tetes air mata. Kemudian sepasang kedua mata pada bentangan ini sendu menatap senjakala malam dengan gemerlap bintang bersinar manja. Bulan pun tidak bergabung kurang menemani. Bersamaan dengan itu malam adalah masih diam. Hanya hati Kinanti. Banyak akan menjadi kekecewaan pada adik angkatnya. Suara angin bertiup tidak memberikan cukup banjir Kinanti lembut kata-kata terakhir waktu di sini. Di kota kenangan bersama-sama dengan sisanya adalah seperti.

"Selamat tinggal. Kuharap kau bahagia, adikku. Agni. "

0 komentar

Posting Komentar